Minggu, 22 Februari 2015

Yang Sederhana yang Istimewa

Sejak awal merantau ke Jogja, saya sudah meniatkan dalam hati. Jatah pulang hanya 1 kali setiap tahunnya. Bukan sok-sok an agar terlihat sok tegar. Tapi memang begitu aturannya. "Kalau mau sukses, jangan sering-sering pulang". Pesan dosen saya sewaktu masih kuliah S1 dulu.
"Pulang ke rumah itu atmosfernya luar biasa. Apalagi kalau sudah merasa betah dirumah, mimpi mau sukses pun seolah tinggal mimpi. Jadi lupa bangun !" lanjutnya kalem.

Untuk merantau memang butuh proses. Memulai sesuatu di luar dugaan. Bertemu dengan orang-orang yang tak pernah terbayangkan. Menjalani hari-hari di luar dari biasanya. Tapi pelajaran penting di dalamnya adalah menerima ! Menerima segala hal dalam hidup. Meski kadang-kadang salah. Karena pada hakikatnya hidup adalah untuk memperbaiki yang salah, bukan?

Sejak tanggal 10 Januari 2015, saya sudah memasuki musim liburan. Beberapa teman masih betah di kampus, termasuk saya. Hihi. Meski stres pasca UAS masih kerasa, maka rencana terdekat (saat itu) adalah liburan. Destinasi pertama adalah Lombok. Ceritanya pun sudah saya tuliskan dalam tulisan sebelum ini.

Sepulang dari Lombok, tugas besar pun menanti. Tahun ini Program Studi saya kembali menyelenggarakan reuni. Jadilah Mahasiswa Baru sebagai panitia pelaksana. Jiwa-jiwa aktifis sebenarnya sudah dari kemarin menggelora, salah satunya ketika diberi amanah sebagai panitia dalam acara reuni ini. Meski untuk pertama kali (sejak menjadi aktifis) diberi amanah dalam seksi konsumsi, tapi ada pengalaman unik di dalam menjalankan itu. Agak kikuk memang, tapi sekali lagi hidup memang untuk belajar banyak hal. :)



Tugas negara pun selesai, Alhamdulillaah.
Saya masih punya banyak waktu sebelum perkuliahan di mulai. Sejak tahun 2012, saya memang sudah jatuh cinta dengan Malang. Saya baru 3 kali menginjakkan kaki di Kota itu, tapi ia sudah berhasil membuat saya ingin datang lagi dan lagi.

Erma, teman akrab yang suka masakan Padang ini pun menjadi teman perjalanan kali ini. Setelah ia selesai ujian, maka jadwal pun di atur sedemikian rupa. Jadilah Jombang (baca : Kampung Halaman Erma) sebagai Kota transit menuju Malang.

Sesampainya di Jombang, lantas kegiatan kami sangat bermakna sekali, mulai dari wisata kuliner, sampai masak sendiri. Haha. Maklum, di kosan tidak ada perlengkapan memasak seperti dirumah. Mumpung ada kesempatan, kenapa tidak?
Sederhana saja yang saya rindukan. Goreng ikan teri balado. Alhamdulillaah. Serasa makan masakan Uni. Hihi.



Tapi dasar saya yang belum sadar akan usia yang hampir seperempat abad, belum juga bisa mengatur jadwal makan dengan baik. Ini selalu menjadi persoalan yang cukup rumit bagi saya pribadi. Akhirnya, saat liburan harus dinikmati dan disyukuri dengan sebaik mungkin, harus ikhlas menanggung diare yang saya derita. Duh! Mudah-mudahan sudah tobat nasuha.

3 hari di Jombang, akhirnya keluar kota juga. Tapi belum tujuan ke Malang. Melainkan ke Kediri. Lagi-lagi ke tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Monumen Gumul Simpang Lima pun menjadi kebanggaan Kediri.



Sebelum menuju ke tempat ini, Erma yang punya tugas mengatur kegiatan selama di sana. Mulai dari membuat list tempat yang akan dikunjungi, sampai jenis makanan apa yang akan dimakan di sana.

Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 1 jam 30 menit dari Jombang menuju Kediri, maka sampailah di tempat ini. Monumen Gumul Simpang Lima. Tempatnya asyik, tentu saja banyak anak-anak muda yang datang ke tempat ini. Terutama bagi mereka yang datang dengan pasangannya. *eaaa




Well, Kediri sudah selesai untuk dinikmati. Saatnya kembali ke Jombang dan bersiap untuk keberangkatan ke Malang.

Malang in Love!

Banyak hal yang tidak bisa diungkapkan secara pasti di Kota ini.
Kota yang dingin nan menyejukkan ini sukses membuat saya menjemput kenangan. Hahaha.

Perjalanan di Malang memang lebih lama di bandingkan dengan yang lainnya. Walau sebenarnya tidak begitu banyak yang dikunjungi, tapi tetap saja ada kesan khusus di dalamnya.

Sesampainya di Malang, saya mengunjungi kampus Brawijaya.
Kurang lebih 2 kali saya pernah datang ke kampus ini untuk mewakili kampus saya. Sudah tentu ada kenangan tersendiri.
Kali ini kedatangan saya tidak untuk mewakili kampus lagi. Apalagi misi yang saya bawa selain bersilahturahmi, yang biasa saya sebut dengan "Menjemput Kenangan" itu. Hihi


Saya datang ke Labor Biosains Universitas Brawijaya. Selain bertemu beberapa teman karib di sana, saya juga ingin bertemu seorang Profesor. Namanya Prof. Fatchiyah. Sedari dulu saya sudah mengaguminya. Sebenarnya bukan hanya saya, tapi saya yakin, banyak mahasiswa yang setuju kalau beliau ini memang hebat. Terutama berbicara tentang Nutrigenomik dan kawan-kawannya.

Prof. Fatchiyah ini seorang Ibu yang senang memelihara kucing dan sangat gemar di ajak berdiskusi tentang Nutrigenomik dan kawan-kawannya itu. Saya mengenalnya sejak ikut student course di Malang 2012 lalu. Sejak saat itu, komunikasi kita hanya via facebook. Sesekali lewat BBM.

Pertengahan 2013, Tuhan kembali mengatur pertemuan saya dengan beliau ini. Di tempat dan kegiatan yang sama. Pasca memilih kekasih gelap (baca: Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan), saya pikir, saya akan sulit bertemu dengan orang-orang yang berkecimpung di dunia molekuler, tapi sekali lagi saya percaya, Tuhan paling Hebat Mengatur Pertemuan.

Alhamdulillaah.. Meski di tempat yang sama dengan kegiatan yang berbeda, saya dipertemukan (lagi) dengan beliau ini. Di tengah kesibukannya yang padat, beliau menyempatkan diri untuk berbagi cerita berbagi pengalaman.
Ah, Ibu ini memang menginspirasi sekali.

Sehat selalu, ya Bu? :)

Cerita selanjutnya, kalau sudah sampai di Malang, jangan lupa mampir ke Alun-alun Batu. Ada yang melegenda disana. Pos Ketan Legenda. Saya baru sekali mencicipinya. Beberapa kali ke Malang, kesempatan untuk bisa makan disana memang agak susah.Termasuk malam itu.
Setelah wisata kuliner Bakso Presiden yang juga terkenal itu, pelan-pelan kita berjalan menuju Batu. Tujuannya ya ke Pos Ketan.
Tapi apalah daya tangan tak sampai.
Malam itu Pos Ketan tidak buka.
Alhasil, ganti haluan.
Minum Susu KUD dan makan jagung keju sambil naik bianglala di Alun-alun Batu.



Pertemuan berikutnya, saya bertemu teman saya yang sudah tidak ketemu hampir 3 tahun lamanya.
Namanya Mba Nina. Waktu itu saya mengenalnya saat mengikuti kegiatan kampus di Brawijaya tersebut. Ia seorang Master Ilmu Perikanan, tapi lebih spesifik ngomongin tentang biomolekulernya.
Saat berkenalan dengan beliau 3 tahun yang lalu, statusnya masih seorang mahasiswa pascasarjana Universitas Brawijaya. Selang beberapa bulan kemudian, Ia diterima di salah universitas di Jepang.
Alhamdulillaah. Impiannya pun menjadi kenyataan.
Selama Ia di Jepang, beberapa kali saya sempat berkomunikasi dengan Mba Nina.
Lebih sering cerita-cerita soal mimpi-mimpi kita. Haha.
Sampai akhirnya setelah Ia menyelesaikan studi masternya, Ia kembali ke Indonesia.
Begitu tahu saya di Malang, maka tak ada hal lain yang bisa dilakukan selain janjian bertemu dan bercerita panjang lebar.

3 jam lamanya kita berbagi cerita. Saya merasa senang sekali. Banyak sekali pelajaran yang Ia berikan kepada saya. Mulai dari sabar menjalani mimpi sampai ke cerita soal jodoh. Haha
Cerita tentang jodoh ini memang agak lain rumitnya.
Kalau tidak hati-hati, akan terkesan menggurui, atau lebih dari itu, pamer.
Tapi Mba Nina ini inspiratif sekali.
Setelah gagal menjalin cinta selama 7 tahun, kalau tidak jodoh memang tidak disatukan.
Akhirnya, Tuhan pun mengirimkan yang terbaik. Mba Nina tidak sendiri lagi. *eaaa

Rencana Mba Nina selanjutnya, Ia akan melanjutkan studi S3 nya ke Swiss..
Duh. Rasanya bahagia sekali bisa mendengarkan berita bahagia dari mereka pengejar mimpi.
Semoga dilancarkan ya mba? :)
Uwm, untuk sesi ini tidak ada fotonya. Mungkin keasyikan ngobrol 3 jam. Jadi semua cerita dan ekspresi hanya terekam dalam memori pribadi. Hihi.

Setelah bertemu Mba Nina, saya bertemu Mba Firli.
Mba Firli pernah ke Padang 2013 lalu.
Setelah itu saya bertemu dengannya saat kegiatan di Surabaya.
Kita sering BBM-an. Hihi. Berbagi cerita tentang mimpi belajar ke Jerman.
Mba Firli ini sempat mengunjungi Jerman tahun lalu.
Banyak cerita tentang Jerman yang Ia bagikan. Ah, mimpi itu memang tidak pernah padam.
Bertemu Mba Firli, lagi-lagi hampir 3 jam kita menghabiskan waktu untuk cerita.
Khusus pertemuan dengan Mba Firli, Jodoh kembali menjadi pilihan topik paling hangat. Hahaha.
Mudah-mudahan segala cerita malam itu bermanfaat ya mba? :)
Sama halnya dengan Mba Nina, meski 3 jam ngobrol tanpa jeda, kita bisa-bisanya lupa foto.
Haha.
Barangkali ini yang temu kangen sebenarnya.
No gadget, no pamer-pamer. *eh

Besoknya, kembali saya bertemu dengan orang-orang yang sama.
Kita menyebutnya DahlanIs.
Sudah seperti keluarga, sudah kenal lama, dan sudah sangat dekat.
DahlanIs itu bukan sekedar kagum sama yang namanya Dahlan Iskan, tapi lebih dari itu.
Banyak hal yang bisa kita bagikan disana.
Hari itu, saya bertemu Mba Yuni, Mas Yus, Mas Febri, dan Mas Arif.
Alhamdulillaah.
Selalu saja ada hal menarik yang bisa kita diskusikan. Hihi.

Sebelum balik ke Jogja, ada satu orang lagi yang ingin saya temui, namanya Soraya.
Sekarang Ia bekerja di BRI Malang.
Untuk bisa bertemu dengannya, tentu hanya bisa di hari weekend. Maklum, Ia hanya punya waktu libur di hari sabtu dan minggu.

Hari itu, saya dan Erma janjian untuk datang ke rumahnya di Batu. Tujuan kita mau jalan-jalan ke Paralayang. Saya ingin sekali bisa merasakan sensasi terjun payung itu. Barangkali waktu itu memang belum jodohnya, sesampainya di sana, awan pun semakin gelap. Akhirnya, tidak terima pelanggan untuk terjun payung. Ya salaamm.
Dan inilah hasilnyaaa..























Hari terkahir di Malang, sayang rasanya kalau tidak menyempatkan diri mengunjungi Museum Angkut + di Batu. Dari sejak awal datang ke Malang, tempat ini sudah masuk dalam daftar yang wajib dikunjungi. Artinya, tidak ada tawar menawar. hahaha.
Akhirnya, meski hanya berdua, bisa menikmati suasana di museum ini.
Masuk museum ini di hari biasa dikenakan biaya 60rb per orang. Jika membawa kamera, dikenakan charge sebesar 30rb. Untuk hari weekend atau libur tanggal merah, tiket masuk museum angkut jadi 80rb per orangnya.
























































































Setelah puas berkeliling selama 4 jam di Museum Angkut, maka ada hal yang harus ditunaikan sebelum balik ke Jombang.
Ketan legenda yang ada di Alun-alun Batu itu.
Iya, hampir 3 kali datang ke Batu tapi selalu belum berjodoh. Sampai akhirnya di hari terakhir, Tuhan pun menjodohkan kita. *eaaaa


Alhamdulillaaahh..
Saatnya pulang ke kotamu ~
Sampai ketemu lagi, yaa?
Terimakasih teman perjalanan.
Yang sederhana yang istimewa :)

Jogja, 23 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar