Senin, 27 Oktober 2014

Ah, Suroloyo ! ~

Di malam yang dingin dan gelap sepi, benak ku melayang pada kisah kita !
Terlalu manis untuk dilupakan, kenangan yang indah bersamamu tinggallah mimpi ~

Tadinya sudah niat mau menyanyikan lagu Slank - Terlalu Manis ini di bawah langit berjuta bintang malam itu (24/10). Tapi apalah daya, keputusan berangkat yang mendadak membuat persiapan menjadi ala kadarnya saja.

Jalan-jalan menuju Puncak Suroloyo ini sudah diwacanakan cukup lama. Mungkin sekitar sebulan yang lalu ketika Aina mention link berita tentang tempat ini. Dua minggu kemudian setelah itu, kita bertemu untuk menentukan kapan akan direalisasikan. Haha. Alhasil, sepakatlah 24 Oktober kita berangkat. Seminggu sebelum keberangkatan masih Oke-oke saja. Tapi Dua hari sebelum hari H, ujian pun melanda. Mas Arsyad mendadak harus mengerjakan tugas kelompoknya. Kita pun mulai bimbang antara tetap lanjut atau tidak. Lagi-lagi keajaiban Tuhan, ternyata Mas Arsyad yang khilaf lihat jadwal tugas. Alhamdulillah !

Pilihan memang sengaja dijatuhkan ke tempat ini. Puncak Suroloyo merupakan puncak tertinggi di Perbukitan Menoreh, Yogyakarta. Tingginya kurang lebih 2000 mdpl yang membentang sepanjang Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kalau cuaca cerah, dari puncak ini kita bisa melihat Yogyakarta dari atas awan dan melihat langsung keindahan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dari puncak ini juga, kita juga bisa melihat empat puncak gunung, yaitu Merapi, Sindoro, Sumbing, dan Merbabu. Karena tempat ini merupakan satu titik temu empat gunung tersebut. Bukan main kan indahnya? haha.

Jum'at (24/10) sore, seperti biasa dengan modal GPS, Saya, Randi, Aina, Mas Arsyad, Ina, dan Fresa pun berangkat. Berharap bisa melihat sunset di Puncak Suroloyo, tapi karena hari itu Randi ujian tengah semester sampai jam setengah 4, otomatis perjalanan baru akan dimulai sekitar jam 5 sore. Sudah pasti ketinggalan sunset.
"Tak apa! Yang penting bisa lihat bintang." gumam saya dalam hati.

Selama perjalanan, saya selalu tertegun melihat keindahan alamnya. Ini mengingatkan saya akan kampung halaman. Sepanjang jalan, Randi pun selalu bilang, "Duh. Sudah lama rasanya ga lihat pemandangan seperti ini". Perjalanan turun bukit naik bukit ini seolah sudah mewakili rindu terhadap kenangan di kampung halaman. Ciye! hahaha.

Jam setengah 8 teng, Alhamdulillah mendarat di Kawasan Wisata Puncak Suroloyo. Setelah memarkir kendaraan, kita makan malam. Lagi-lagi, godaan tertuju untuk makan bakso. Padahal kalau boleh curhat sedikit, hampir dua minggu belakangan saya selalu khilaf makan mie dan kawan-kawannya itu. Hahaha. Ini seperti khilaf yang direncanakan. Taubat nasuha pun menjadi tertunda gara-gara cuaca dingin di sekitar puncak ini. Jadilah bakso menu favorit malam itu. Padahal Randi sudah mengingatkan janji tidak makan mie dkk yang diikrarkan sehari sebelumnya itu. Dalam hati cuma bisa bilang, "Ini yang terakhir makan mie dkk untuk bulan ini !". Duh !

Makan malam sudah selesai, perasaan pun menjadi tidak sabar untuk menaiki 300 anak tangga menuju puncak Suroloyo. Kondisi sangat berkabut malam itu. Dinginnya pun bukan main. Tapi untuk sementara, kita mengurungkan niat dulu. Katanya ada pertunjukkan gamelan oleh masyarakat setempat yang akan dimulai jam 8.30 malam. Kita pun memutuskan untuk menyaksikan itu dulu. Baru setelahnya kita menuju puncak.

Tepat jam setengah 9 malam gamelan dimulai. Masyarakat sudah banyak yang berdatangan. Malam itu adalah malam 1 Syuro. Di Suroloyo, masyarakatnya memiliki kebiasaan untuk menyambut 1 Muharram setiap tahunnya. Selain upacara adat yang digelar pada saat 1 Muharram tersebut, penyambutannya pun dilakukan dengan gamelanan semalam suntuk. Keesokan harinya juga akan ada kirab budaya. Antusias warganya luar biasa. Mulai dari yang tua, remaja, dan anak-anak semuanya ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan ini.

Malam semakin dingin, kabut semakin tebal. Khawatirnya, dengan kabut yang semakin tebal itu akan membuat kita kesulitan untuk naik ke puncak. Selain itu, kesabaran untuk menuju puncak sudah tidak bisa dibendung lagi. Maka keputusan untuk naik pun disegerakan. Jalan mendaki dengan 300 anak tangga pun tidak jadi soal. Yang penting sampai puncak. Harapannya bisa lihat bintang.

Yosh! Alhamdulillah, sampai puncak Suroloyo !
Kabut tipis menghiasi malam itu. Sesekali terang, sesekali gelap. Sesekali cerah, sesekali terlihat mendung. Malam itu damai sekali. Dingin tapi menenangkan.
Sesekali bintang-bintang bermunculan. Indahnya luar biasa. Dari dulu saya selalu mengagumi ciptaan Tuhan yang satu itu. :) Alhamdulillah, masih diberikan kesempatan untuk menikmati keindahan-Nya dari sisi yang lain.

Selain menyaksikan jutaan bintang malam itu, tepat jam 12 malam masyarakat pun berpesta kembang api. Sudah bisa dibayangkan betapa romantisnya malam itu. Hihi. Di bawah langit jutaan bintang. Ciye!

Seketika suasana menjadi tenang. Perlahan saya mulai mencium aroma kemenyan. Tak lama kemudian beberapa masyarakat pun naik ke puncak Suroloyo membawa nasi tumpeng. Barangkali inilah puncak simbol upacara adat penyambutan 1 Muharram di sini. Setelah melakukan ritual doa-doa, nasi tumpeng pun di tinggalkan di atas puncak tersebut. Saya hanya tahu sebatas itu. Tidak sampai mengikuti ritual secara terperinci.  

Jarum jam seperti lama berputar. Padahal cerita malam itu rasanya sudah kemana-mana. Hahah. Tuhan memang sengaja memberikan rasa lama ini supaya kita belajar sabar menunggu pagi. Supaya nanti kita menjadi bersyukur dengan kedinginan malam dan kelelahan perjalanan yang terbalas.
Lagi-lagi Alhamdulillah. Meski tidur dengan kondisi seadanya, tapi Nikmatnya luar biasa !

Akhirnya, pagi pun datang dengan cerianya.
Selamat Pagi, Suroloyo !
Meski kabutmu tak mau kalah, Meski dinginmu tak mau beranjak, tapi tetap saja ditempatmu semua rindu menjadi satu ~











Seperti biasa, setelah menyaksikan pemandangan matahari terbit yang menakjubkan, maka ritual yang tak boleh dilewatkan adalah ini ! Foto-foto. Hahaha. Entah itu foto bersama atau foto selfie sukaesih. *eh!. 









Akhirnyaaaa...
Kita harus pulang ke rumah masing-masing. Alhamdulillah. Meski badan sudah remuk, tapi hati bukan main bahagianyaaa.. Hihihi. Ciye!
Dalam perjalanan pulang, kita melewati jembatan bendungan. Lagi-lagi ini seperti penyakit yang tak ada obatnya. Maka kita pun menyempatkan diri dengan sengaja untuk mampir. Hanya sekedar untuk berfoto-foto. Hahaha. Dasar anak muda !







Terimakasih untuk malam yang damai, Suroloyo !
Sampai ketemu lagi, ya? 


Hai, Pemuda Indonesia!
"SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA !"
Jadilah yang membanggakan !

Jogja, 28 Oktober 2014
Salam,
(at)mellysyandi















Tidak ada komentar:

Posting Komentar